morowali

sejenak ke Morowali

Yogyakarta

Petualangan di Merapi

Ambon

Bandara Pattimura Ambon.

Toraja Utara

sekilas ke Toraja Utara

Bitung

Mampir ke Bitung

Wednesday, December 10, 2014

Mengucapkan Selamat Tahun Baru, Jelas Bukan Ajaran Islam






Mengucapkan Selamat Tahun Baru yang Jelas Bukan Ajaran Islam
Manusia di berbagai negeri sangat antusias menyambut perhelatan yang hanya setahun sekali ini. Hingga walaupun sampai lembur pun, mereka dengan rela dan sabar menunggu pergantian tahun. Namun bagaimanakah pandangan Islam -agama yang hanif- mengenai perayaan tersebut? Apakah mengikuti dan merayakannya diperbolehkan? Simak dalam bahasan singkat berikut.

Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]
Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun baru terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.

Secara lebih rinci, berikut adalah beberapa kerusakan yang terjadi seputar perayaan tahun baru masehi.

Kerusakan Pertama: Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan 'Ied (Perayaan) yang Haram
Perlu diketahui bahwa perayaan ('ied) kaum muslimin hanya ada dua yaitu 'Idul Fithri dan 'Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan, “Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, “Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha”.”[2]
Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah menjelaskan bahwa perayaan tahun baru itu termasuk merayakan ‘ied (hari raya) yang tidak disyariatkan karena hari raya kaum muslimin hanya ada dua yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Menentukan suatu hari menjadi perayaan (‘ied) adalah bagian dari syari’at (sehingga butuh dalil).[3]

Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.
Dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”[4]
Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan benar-benar nyata saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.
Ingatlah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda, ”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”[5][6]

Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang mensyari'atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun.
Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama'ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari'atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.
Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat (bermain petasan dan lainnya), mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.” Maka cukup kami sanggah niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud, ”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.” Ibnu Mas’ud lantas berkata,  “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.”[7]
Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.

Kerusakan Keempat: Mengucapkan Selamat Tahun Baru yang Jelas Bukan Ajaran Islam
Komisi Fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah ditanya, “Apakah boleh mengucapkan selamat tahun baru Masehi pada non muslim, atau selamat tahun baru Hijriyah atau selamat Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? ” Al Lajnah Ad Daimah menjawab, “Tidak boleh mengucapkan selamat pada perayaan semacam itu karena perayaan tersebut adalah perayaan yang tidak masyru’ (tidak disyari’atkan dalam Islam).”[8]

Kerusakan Kelima: Meninggalkan Shalat Lima Waktu
Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari, kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik. Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar.[9] Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, ”Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[10]Oleh karenanya, seorang muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus dalam dosa besar.

Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa Ada Hajat
Begadang tanpa ada kepentingan yang syar'i dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat 'Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”[11]
Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat 'Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama'ah. 'Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”[12] Apalagi dengan begadang ini sampai melalaikan dari sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat Shubuh)?!

Kerusakan Ketujuh: Terjerumus dalam Zina
Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam bergaul dengan lawan  jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi.

Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Kaum Muslimin
Merayakan tahun baru banyak diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.”[13]
Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut”.”[14] Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau mungkin lebih dari itu?!

Kerusakan Kesembilan: Melakukan Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan
Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?!  Padahal Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya),  “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27). 

Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang manfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang, “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”[15] Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[16]
Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan ibadah kepada Allah, bukan dengan menerjang larangan Allah. Itulah hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (QS. Fathir: 37). Qotadah mengatakan, “Beramallah karena umur yang panjang itu akan sebagai dalil yang bisa menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang panjang untuk hal yang sia-sia.”[17]Wallahu walliyut taufiq.


Baca selengkapnya:



Monday, September 29, 2014

Tidak ada kebahagiaan Dunia dan Akhirat kecuali dengan ......






Sebuah Kenikmatan yang terbesar adalah ketika Allah menjadikan kita sebagai seorang yang beragama islam. Yang tidak ada kebahagian didunia dan diakhirat kecuali dengan memeluk agama islam, agama yang satu-satunya diridhai disisi Allah hanyalah islam yang tidak diterima selain dari agama islam.
Allah Subhaanahu wata’ala berfirman :

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللهِ الإِسْلامُ

“ Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah islam “ (Qs. Ali Imran : 19)

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلامَ دِينًا

 “ Pada hari ini telah ku sempurnkan untuk kamu agamamu, dan telah ku cukupkan kepadamu nikmatku, dan telah ku ridhai islam sebagai agama bagimu “ (Qs. Al Maidah : 3)


أَفَغَيْرَ دِينِ اللهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ

“ Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain Agama Allah, padahal apa yang dilangit dan dibumi berserah diri kepada – Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada Nya mereka dikembalikan? (Qs. Ali Imran : 83)

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“ Dan barangsiapa mencari agama selain islam, dia tidak akan diterima dan diakhirat dia termasuk orang yang merugi ” (Qs. Ali Imran : 85)
وَلا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“ Dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (Qs. Ali Imran : 102)
Inilah nikmat yang terbesar dan teragung yang Allah berikan kepada kita yang harus kita jaga, yaitu kita dijadikan sebagai seorang muslim. Yang tidak ada kebahagian didunia dan akhirat kecuali dengan memeluk agama islam. Maka wajib bagi kita untuk mengenal dan memahami agama islam dengan pemahaman yang benar. Bahkan hal itu sebuah kewajiban yang paling pokok dan mendasar bagi seorang muslim dan muslimah.

Lalu apa itu pengertian islam ? Islam adalah : “ Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkanNya, tunduk kepada Allah dengan melaksanakan ketaatan kepadaNya dan berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya “ (Kitab Al Ushulus Tsalah, Syaikh Muhammad At Tamimi)


Inilah pengertian islam yang harus kita pahami, yaitu mengandung tiga hal.

Pertama : “ Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkanNya

Yaitu berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan Nya didalam rububiyahNya (penciptaan, pemberi rezeki dan pengaturan), didalam uluhiyahNya (menyerahkan seluruh ibadah hanya kepada Allah semata) dan didalam asma (nama-nama) dan sifatNya.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman memerintahkan kita untuk beribadah hanya kepada Allah semata

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

Artinya : “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan memohon pertolongan” (QS. Al-fatihah : 5)

وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya”. (QS. An-Nisaa : 36)

Dari pengertian diatas keluarlah dua kelompok manusia :

Kelompok pertama adalah Orang yang berserah diri kepada Allah dan juga berserah diri kepada selain Allah. Yaitu dia berserah diri kepada Allah disatu sisi dengan beribadah kepada Nya seperti sholat, puasa dan ibadah lainnya, tapi disisi lain dia juga beribadah kepada selain Allah dengan menyembah kuburan misalnya, atau berdoa kepada selain Allah, atau menyembelih hewan untuk bertaqarub (mendekatkan diri) kepada selain Allah. Maka orang seperti ini bukanlah orang islam akan tetapi orang musyrik. Allah Ta’ala berfirman :

وَجَعَلَ لِلَّهِ أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلًا إِنَّكَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

” Dan diadakanya sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Nya, katakanlah, “ bersenang-senanglah kamu dengan kekafiranmu itu untuk sementara waktu, sungguh kamu termasuk penghuni neraka.” ( Qs. Az-Zummar : 8 )

ومَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

” Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukkan ( sesuatu dengan ) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah  neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang – orang dzolim itu.” ( Qs. Al Maidah : 72 )

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُوْلَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“ Sungguh orang – orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk ) neraka jahannam, mereka kekal didalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk “ ( Qs. Al Bayyinah : 6)

Kelompok kedua adalah Orang yang tidak berserah diri kepada Allah dan juga kepada selain Allah, meraka itu adalah orang – orang kafir, seperti fir’aun pada masa lalu dan atheis pada zaman sekarang. (silahkan lihat muqadimah duruus Nawaqid al-Islam, Syaikh Shlih al-Fauzan)
Adapun seorang Muslim adalah orang yang berserah diri hanya kepada Allah semata dengan beribadah hanya kepadaNya dan tidak kepada selainNya.


Kedua : Tunduk Kepada Allah dengan melaksanakan ketaatan kepada Nya.

Tidak cukup seseorang hanya mengatakan dirinya berserah diri kepada Allah tanpa ada ketaatan kepada Nya. Bahkan wajib bagi dia untuk tunduk kepada Allah dengan ketundukkan hati, lisan dan anggota badanya. Dengan melaksanakan ketaatan kepadaNya, seperti melaksanakan sholat lima waktu, shaum (puasa) pada bulan Ramadhan, menunaikan zakat dan ketaatan lainnya. Para Ulama membagi ketundukkan menjadi dua macam :
Berkata Asy Syaikh Ubaid Al Jabiri hafidzahullah : “ Tunduk kepada Allah dan ketundukkan ini jika dengan dzhiran (lahiriah/anggota badan) dan ketundukkan bathin (hati) maka itu adalah amalan orang-orang yang beriman. Dan jika hanya tunduk dengan ketundukkan dzhair saja maka itu adalah perbuatan seorang munafik. Akan tetapi ketundukkan yang benar yaitu mencakup ketundukkan dzahir dan bathin.”(Ithaful Uquul bi syarh ats – Tsalasatil Ushuul :95)

Ketiga : Berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya

Yaitu berlepas diri dari peribadatan kepada selain Allah dan para pelakunya. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman tentang kisah Nabi Ibrahim alaihi wasallam :

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ

“ Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka, “ Sesunguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Allah saja.” (Qs. Al Mumtahanah : 4 )
Inilah penjelasan sederhana tentang kewajiban seorang hamba mengenal agamanya. Dengan  tujuan dari pengenalan tersebut yang membuahkan dari mengamalkan syariat islam. Karena islam adalah agama yang haq (benar) yang Allah meridhainya untuk kita, dan kita beribadah kepada Allah dengan menjalankan syariat islam.
ditulis oleh  Abu Ibrahim ‘Abdullah Bin Mudakir

Sunday, September 28, 2014

PERBEDAAN SUNII DEGAN SYIAH




17 PERBEDAAN SUNII (ASWAJA) DGN SYIAH

Oleh Von Edison Alouisci (Islam Sunii Madzab Syafi`i)

Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah(Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Syafi’i dengan Madzhab Maliki.

Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.
Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah(Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.

Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya. Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i.

Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.

Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Al-Qur’an kita (Ahlussunnah). Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.

Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri. Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).

 1. Rukun Islam
Rukun Islam Ahlussunnah kita ada 5:
1.    Syahadatain
2.    As-Sholah
3.    As-Shoum
4.    Az-Zakah
5.    Al-Haj
Rukun Islam Syiah juga ada 5 tapi berbeda:
1.    As-Sholah
2.    As-Shoum
3.    Az-Zakah
4.    Al-Haj
5.    Al wilayah

2. Rukun Iman
Rukun Iman Ahlussunnah ada enam:
1.    Iman kepada Allah
2.    Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
3.    Iman kepada Kitab-kitab Nya
4.    Iman kepada Rasul Nya
5.    Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat
6.    Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
Rukun Iman Syiah ada 5 :
1.    At-Tauhid
2.    An Nubuwwah
3.    Al Imamah
4.    Al Adlu
5.    Al Ma’ad
3. Syahadat



3. Syahadat
.Ahlussunnah mempunyai Dua kalimat syahada, yakni: “Asyhadu An La Ilaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”.
Syiah mempunyai tiga kalimat syahadat, disamping “Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka.

4. Imamah
Ahlussunnah meyakini bahwa para imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat.Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.
Syiah meyakini dua belas imam-imam mereka, dan termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka.

5. Khulafaur Rasyidin
Ahlussunnah mengakui kepemimpinan khulafaurrosyidin adalah sah. Mereka adalah: a) Abu Bakar, b) Umar, c) Utsman, d) Ali radhiallahu anhum
Syiah tidak mengakui kepemimpinan tiga Khalifah pertama (Abu Bakar, Umar, Utsman), karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka).

6. Kemaksuman Para Imam
Ahlussunnah berpendapat khalifah (imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum. Mereka dapat saja berbuat salah, dosa dan lupa, karena sifat ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi. Sedangkan kalangan syiah meyakini bahwa 12 imam mereka mempunyai sifat maksum dan bebas dari dosa.

7. Para Sahabat
Ahlussunnah melarang mencaci-maki para sahabat. Sedangkan Syiah mengangggap bahwa mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa, bahkan berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai’at  Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.

8. Sayyidah Aisyah
Sayyidah Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai oleh Ahlussunnah. Beliau adalah termasuk ummahatul Mu’minin. Syiah melaknat dan  mencaci maki Sayyidah Aisyah, memfitnah bahkan mengkafirkan beliau.

9. Kitab-kitab hadits
Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah : Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Tirmidz, Sunan Ibnu Majah dan Sunan An-Nasa’i. (kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).
Kitab-kitab hadits Syiah hanya ada empat : a) Al Kaafi, b) Al Istibshor, c) Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih, dan d) Att Tahdziib. (Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah).
10. Al-Quran
Menurut Ahlussunnah Al-Qur’an tetap orisinil dan tidak pernah berubah atau diubah. Sedangkan syiah menganggap bahwa Al-Quran yang ada sekarang ini tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).
11. Surga
Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya. dan Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya. Menurut Syiah, surga hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah. Dan neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.

12. Raj’ah
Aqidah raj’ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah ialah besok di akhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.
Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah, dimana diceritakan bahwa nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain. Setelah mereka semuanya bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai  ribuan kali, sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.
Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri, yang berlainan dengan Imam Mahdi yang diyakini oleh Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.
 13. Mut’ah
Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram. Sementara Syiah sangat dianjurkan mut’ah dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib.
 14. Khamr
Khamer (arak) najis menurut Ahlussunnah. Menurut Syiah, khamer itu suci.
 15. Air Bekas Istinjak
Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci, menurut ahlussunnah (sesuai dengan perincian yang ada). Menurut Syiah air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.
 16. Sendekap
Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah. Menurut Syiah meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri sewaktu shalat dapat membatalkan shalat. (jadi shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah dan batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).
 17. Amin Sesudah Fatihah
Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah. Menurut Syiah mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah dan batal shalatnya. (Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya).
Demikian telah kami nukilkan beberapa perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Harapan kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap).

Sumber : berbagai artikel, tulisan di google.

Bahaya Laten Syiah






Ustadz Abu Hamzah Yusuf
Syiah menjadi bahaya laten yang mengancam cukup serius di negara kita. Maka dari itu,bekal yang paling penting untuk menghadapi mereka adalah bertafaqquh fiddin, mempelajari ilmu agama Islam dengan benar yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah dengan pemahaman para ulama salaf, generasi terbaik umat ini.

Ilmu akidah adalah ilmu yang paling penting bagi setiap muslim. Sebab, akidah adalah fondasi dan pilar-pilar yang dibangun di atasnya bangunan-bangunan Islam lainnya. Akidah yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan tameng untuk menjaga seorang muslim dari penyimpangan, kesesatan, dan kesyirikan.
Seluruh kaum muslimin hendaknya tidak mencoba untuk menelaah pemikiran-pemikiran mereka atau mendengar syubhat-syubhatnya. Sungguh, akan menjadi musibah yang besar manakala seseorang membaca dan meneliti serta mendengar syubhat-syubhat kelompok Syiah sedangkan pemikirannya kosong dari akidah yang benar. Hal itu akan menyeretnya kepada penyimpangan.

Begitulah akidah dan paham-paham yang menyimpang. Ia tidak akan datang kecuali kepada orang-orang yang bodoh. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,

{وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا (140)} [النساء: 140]

“Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) bagimu di dalam Kitab (al-Qur’an) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), janganlah kamu duduk bersama mereka, sebelum mereka memasuki pembicaraan yang lain….” (an-Nisa: 140)

Para ulama telah menetapkan melalui tafsiran dari ayat ini bahwa tidak diperbolehkan mendengarkan perkataan orang yang menyimpang, sesat, dan ahli bid’ah, serta tidak boleh duduk bersama mereka. Sebab, apabila mendengarkannya, seseorang akan terlibat bersama mereka dalam dosanya. Selain itu, bisa jadi mereka akan meniupkan racun (syubhat) kepada dirinya. Inilah musibah yang menimpa agama seseorang.
Generasi muda kaum muslimin hendaknya tidak menyepelekan bahaya laten Syiah yang terus menggerogoti umat. Sebab, tidaklah mereka tinggal di suatu negara melainkan akan meniupkan api, membakar setiap yang basah dan kering, serta mengembuskan racunnya. Kelompok Syiah siap menggelontorkan materi dan dana kepada kaum muslimin asalkan mereka mau mengambil akidahnya, mengambil akhlaknya, bahkan agamanya. Inilah yang perlu diwaspadai.

Asy-Syaikh al-Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, dalam nasihatnya menghadapi kelompok Syiah Rafidhah, menegaskan, “Kami menasihati seluruh kaum muslimin agar tidak tertipu olh seruan-seruan kelompok Syiah. Sebab, segala seruan mereka yang mengatasnamakan Islam, tidak berdasar dan tidak benar. Semuanya masuk dalam kerangka perbuatan munafik. Mereka adalah para munafik dan tukang taqiyyah. Siapa yang melihat kitab-kitabnya, pasti mengetahuinya. Kaum mukminin dan muslimin semestinya mengetahui bahwa seruan (Republik Islam Iran), semua itu tidak ada hakikatnya. Tampak dari luar saja seperti Islam, namun batinnya menyelisihi Islam. Batinnya adalah watsaniyyah (penyembahan terhadap berhala) dan permusuhan terhadap Islam serta seluruh para sahabat, serta tidak menampakkan keridhaan kepada mereka. Yang ada, mereka malah mengafirkan dan memvonis fasik para sahabat, kecuali sebagian kecil saja. Intinya, Khomeini dan para pengikutnya adalah tokoh-tokoh (Syiah) Rafidhah, pengagum akidah Rafidhah dan berpegang teguh dengannya. Mereka mengagungkan imam yang dua belas serta mengklaim bahwa imam-imam itulah yang paling berhak atas predikat imam dan mendapatkan kepemimpinan, dan yang paling tingginya adalah Ali Radhiyallahu ‘anhu. Mereka tidak mengakui kepemimpinan yang lain dan menganggapnya batil.

Benar bahwa Ali Radhiyallahu ‘anhu, ialah seorang imam yang saleh, khalifah keempat setelah tiga khalifah sebelumnya, sahabat yang paling utama setelah tiga sahabat sebelumnya. Demikian juga al-Hasan dan al-Husein, merupakan sahabat, semoga AllahSubhanahu wa Ta’ala meridhainya. Akan tetapi, mereka tidak menjadi pemimpin, kecuali al-Hasan menjadi pemimpin sebentar kemudian mengundurkan diri dan menyerahkan kepemimpinan kepada Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu. Sementara itu, al-Husein sama sekali tidak menjadi pemimpin. Orang-orang Rafidhah (Syiah) tidak memiliki ilmu pengetahuan, tidak ada pada diri mereka kecuali klaim-klaim yang tidak berdasar.” (www.binbaz.org)

Salah satu pintu menyesatkan umat yang dilakukan oleh kelompok Syiah adalah slogan “cinta Ahlul Bait”. Maka dari itu, seorang muslim tidak boleh tertipu ketika kaum Syiah mengawali pembicaraannya dengan hal itu. Mereka adalah orang-orang yang sudah ada penyimpangan dalam hatinya.  Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya,

{فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِه} [آل عمران: 7]
“Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya….” (Ali Imran: 7)
Yang dapat membentengi kita dari kesesatan Syiah adalah dengan mengetahui akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan senantiasa merujuk kepada tafsiran-tafsiran para salaf, serta kembali kepada para ulama rabbani.

Menurut akidah Ahlus Sunnah, tidak ada seorang imam yang diagungkan, yang diambil semua perkataannya dan ditinggalkan semua yang menyelisihannya, selain RasulullahShallallahu ‘alaihi wa Sallam. Keistimewaan ini tidaklah ada pada imam-imam yang lain. Setiap orang dapat diambil perkataannya dan ditinggalkan, tidak ada yang maksum selain beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Ahlus Sunnah mengikuti jalan para pendahulu dari kalangan sahabat. Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman,

{وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100)} [التوبة: 100]
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya  sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (at-Taubah: 100)

Ahlus Sunnah selalu menjaga lisan dan hatinya terkait dengan para sahabat  RasulullahShallallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan sifat mereka dalam firman-Nya,

{وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (10)} [الحشر: 10]
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar),mereka berdoa, “Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.”(al-Hasyr: 10)

Sebagai bentuk ketaatan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya,
 ا تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ
“Janganlah kalian mencela sahabat- sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, andai salah seorang dari kalian berinfak dengan emas seperti Gunung Uhud, niscaya hal itu tidak akan dapat menyamai infak salah seorang dari mereka walau satu mud, tidak pula setengahnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Ahlus Sunnah menerima apa yang datang dari Kitabullah dan Sunnah RasulullahShallallahu ‘alaihi wa Sallam serta apa yang telah menjadi konsensus (ijma’) yang terkait dengan keutamaan dan kedudukan para sahabat.

Kelompok Syiah tidak jujur dalam klaimnya sebagai pecinta Ahlul Bait, karena pada kenyataannya mereka tidak mencintai Ahlul Bait Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, tidak pula Ahlu Bait Ali Radhiyallahu ‘anhu. Mereka tidak mengambil petunjuknya, tidak mengikuti jalannya, tidak menaati perintahnya. Mereka justru menentang dan menyelisihinya, bahkan dengan terang-terangan hal itu mereka lakukan terutama kepada al-Khulafa ar-Rasyidin, Ummahatul Mukminin (istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam), dan seluruh sahabat beliau Radhiyallahu ‘anhum.

Al-Qur’an telah menyebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala ridha kepada para sahabat. Al-Qur’an pun memberi rekomendasi tentang keimanan yang sesungguhnya pada diri mereka. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,

{مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا (29)} [الفتح: 29]

“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanampenanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.” (al-Fath: 29)

{لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (117) } [التوبة: 117]
“Sungguh, Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi pada masa-masa sulit, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada mereka.” (at-Taubah: 117)

{وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (74)} [الأنفال: 74]
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia.” (al-Anfal: 74)
Wallahu a’lam.
(Majalah Asy Syariah edisi 102, hlm. 28–31)